Indonesia Dijual

Memperkenalkan: Indonesia Dijual

Seri investigasi akan memberikan suatu pencerahan terhadap korupsi dibalik krisis deforestasi dan hak lahan di Indonesia.

  • Seri investigasi Indonesia Dijual, yang diluncurkan minggu ini, akan memberikan suatu pencerahan terhadap korupsi dibalik krisis deforestasi dan hak lahan di Indonesia.

  • Cerita-cerita mendalam, yang akan dirilis beberapa bulan mendatang, akan mengekspos peran kolusi antara perusahaan-perusahaan kelapa sawit dan para politisi dalam menumbangkan demokrasi di Indonesia. Cerita-cerita tersebut akan dipublikasikan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.

  • Cerita berseri ini adalah hasil reportase di berbagai wilayah di Indonesia selama sembilan bulan, melalui wawancara dengan para fixer, perantara, pengacara dan perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kesepakatan-kesepakatan lahan, dan masyarakat yang paling terkena dampak.

  • Indonesia Dijual merupakan suatu kolaborasi antara Mongabay dan The Gecko Project, yang merupakan suatu inisiatif reportase yang didirikan oleh lembaga nirlaba yang berbasis di Inggris bernama Earthsight.

Indonesia, suatu bangsa dengan ribuan pulau yang menghiasi garis katulistiwa, sedang berada dalam cengkeraman krisis sosial dan lingkungan.

Hutan tropisnya dihancurkan habis-habisan seperti sedang terkena bencana. Hampir setiap tahun negara itu diselubungi kabut asap yang mencekik kerongkongan yang berasal dari hutan gambut yang terbakar. Ribuan konflik lahan terjadi berkepanjangan di berbagai belahan nusantara. Indonesia salah satu negara dengan kesenjangan sosial tertinggi di dunia, yang separuh dari kekayaannya dikendalikan oleh satu persen dari total populasi. Pilkada, yang menentukan nasib dari jutaan orang, pada kenyataannya direndahkan oleh praktek pembelian suara dan penyuapan yang dilakukan secara terang-terangan.

Sebagian besar penyebab permasalahan-permasalahan ini bisa ditelusuri ke suatu sumber: korupsi yang dilakukan oleh segelintir politisi yang mengendalikan kabupaten-kabupaten di Indonesia.

Pilkada, yang menentukan nasib dari jutaan orang, pada kenyataannya direndahkan oleh praktek pembelian suara dan penyuapan yang dilakukan secara terang-terangan.

Selama masa pergolakan setelah jatuhnya kepemimpinan diktator Suharto pada tahun 1998, kekuasaan yang sangat besar dialihkan dari pemerintah pusat ke kabupaten-kabupaten di Indonesia. Terutama, kepada para bupati, pejabat terpillih yang memimpin wilayah jurisdiksi tersebut, dan memegang kendali terhadap bagaimana lahan dan hutan-hutan di dalamnya akan dimanfaatkan.

Dalam beberapa tahun yang singkat, para bupati telah membangun kerajaan kecil di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka menggunakan kekuasaan yang baru diperoleh untuk menguangkan sumber daya alam, mendanai pilkada dan membangun dinasti dengan mengangkat kerabat mereka sebagai penerus dan menduduki posisi-posisi berpengaruh lainnya.

Dibawah pengawasan mereka, perusahaan-perusahaan kelapa sawit memperoleh jutaan hektar lahan dan hutan. Sebagian besar sedang dalam kondisi dimanfaatkan dan dimiliki oleh masyarakat adat dan pedesaan lainnya, yang hak-haknya dikesampingkan demi untuk sektor swasta.

Perusahaan-perusahaan perkebunan telah memainkan peran utama dalam perusakan hutan tropis di Indonesia. Mereka mengeringkan rawa gambut, sehingga meninggalkan lahan sangat luas yang mudah menyebarkan api. Mereka sudah merampas lahan-lahan milik masyarakat dan membayarnya dengan uang yang sangat sedikit sehingga memicu konflik yang berkepanjangan.

Kesepakatan-kesepakatan lahan yang dilakukan dibawah pengawasan para bupati telah menggelontorkan wilayah teritori yang sangat luas ke tangan konglomerasi milik kaum oligarki yang luar biasa kaya di sekitar Asia Tenggara. Pada saat yang sama, mereka merampas akses terhadap lahan dan hutan dari keluarga-keluarga termiskin di pedesaan, tempat mereka menggantungkan penghidupan dan ketahanan pangan-nya. Sementara pemerintah pusat yang berkuasa terus mengkampanyekan perlunya reformasi lahan, terutama sebagai sarana untuk mengurangi kesenjangan, para bupati sibuk membagi-bagikan lahan bagi kaum kaya.

Selama sembilan bulan terakhir, The Gecko Project dan Mongabay telah melakukan investigasi terhadap berbagai praktek korupsi dimana pejabat-pejabat pemerintah membagi-bagikan wilayah yang luas di Indonesia untuk perusahaan-perusahaan swasta. Kami berkunjung ke jantung pulau Kalimantan, ke rawa-rawa di Kalimantan selatan, ke pulau nirwana dengan hutan bakaunya, hingga ke pucuk terpencil wilayah timur Indonesia. Kami menjumpai para aktivis masyarakat adat, yang menjalankan investigasinya sendiri terhadap para pejabat yang menjarah lahan mereka, dan dengan para fixer yang memfasilitasi kesepakatan antara para politisi dan perusahaan di hotel-hotel di Jakarta.

Selama beberapa minggu ke depan, kami akan meluncurkan temuan-temuan kami dalam suatu artikel berseri dan film-film pendek yang keseluruhan serinya diberi judul Indonesia Dijual. Seri tersebut membahas tentang tiga studi kasus, yang masing-masing akan memberikan pencerahan mengenai suatu komponen utama terkait cara dimana petak-petak raksasa Indonesia telah dialihkan oleh para politisi ke tangan perusahaan swasta.

Kami berkunjung ke jantung pulau Kalimantan, ke rawa-rawa di Kalimantan Selatan, ke pulau nirwana dengan hutan bakaunya, hingga ke pucuk terpencil wilayah timur Indonesia.

Foto oleh Leo Plunkett.
Foto oleh Leo Plunkett.

Artikel yang pertama menyoroti seorang bupati di Kalimantan yang berusaha untuk mengubah seluruh bagian selatan kabupatennya menjadi suatu perkebunan kelapa sawit raksasa, untuk kepentingan para kerabat dan kroni-kroninya. Artikel ini menggali tentang salah satu contoh yang paling mengerikan dari suatu sistem dimana kepala-kepala daerah berkolusi dengan perusahaan-perusahaan swasta, yang mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi yang sangat menghancurkan bagi rakyat dan lingkungan.

Artikel yang selanjutnya menelusuri jejak uang yang berujung pada penyuapan Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi di Indonesia, untuk mengamankan kemenangan sebuah pilkada di Kalimantan. Seri ini mengupas tentang hubungan antara sumber daya alam dan politik uang, dan para perantara yang berperan sebagai jaringan ikat dalam hubungan tersebut.

Artikel yang terakhir mengekspos sebuah komplotan rahasia yang merupakan suatu ancaman terbesar saat ini bagi hutan Indonesia, dengan berbagai koneksi dari Papua sampai Malaysia ke Yaman. Seri ini menguak metode-metode yang mereka gunakan untuk menyembunyikan identitasnya dan hal-hal illegal dalam proyek-proyeknya, sambil terus menerobos masuk ke wilayah timur hingga batas akhir nusantara.

Cerita berseri ini didukung oleh artikel-artikel lain yang mengupas berbagai isu yang lebih luas yang muncul dari berbagai investigasi kami. Misalnya, peran para perantara dalam memfasilitasi kesepakatan-kesepakatan kelapa sawit, akal-akalan yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk memperoleh lahan dari kelompok-kelompok masyarakat adat, dan kegagalan yang meluas perusahaan-perusahaan kelapa sawit di Indonesia untuk memberikan plasma bagi kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di dekatnya, sebagaimana diwajibkan berdasarkan hukum.

Selama lebih dari satu dekade, dunia telah mengakui kerusakan lingkungan di Indonesia sebagai suatu permasalahan global. Negara Asia Tenggara tersebut merupakan salah satu penghasil gas rumah kaca tertinggi hanya karena hutan-hutan dan lahan-lahan gambut-nya diratakan dengan tanah pada tingkat yang mencengangkan.

Namun, seperti apapun tanggapan yang telah dirancang oleh para pembuat kebijakan dan sektor swasta, perusahaan-perusahaan perkebunan terus melakukan ekspansi dengan cara menghancurkan hutan dan melanggar hak asasi manusia. Banyak kebijakan yang gagal karena para politisi korup tetap bisa berkolusi dengan sektor swasta akibat ketidakhadiran akuntabilitas dan pengawasan.

Indonesia Dijual dengan tegas menyoroti para politisi ini.