Kami bertemu James Watt di Desa Bangkal semasa meliput Kerajaan kecil sawit pada awal 2017.
Bangkal terletak di pinggir Sembuluh, sebuah danau yang luas di tengah Kabupaten Seruyan Kalimantan. Beberapa dekade yang lalu, Seruyan bak lautan hutan hujan. Selama kediktatoran Suharto, kawasan ini menjadi terdegradasi dan mudah terbakar, akibat pembalakan liar yang juga terjadi di berbagai penjuru Kalimantan. Sejak awal tahun 2000an, timbul masalah yang baru dan berbeda: perkebunan kelapa sawit.
Di awal masa desentralisasi, ketika bupati memperoleh kewenangan yang lebih luas, petani seperti James berharap investor yang datang membanjiri Seruyan akan menjalin kerjasama dengan mereka. Bahkan kondisi semacam itulah yang dijanjikan pada mereka. Namun di bawah kekuasaan Bupati Darwan Ali di Seruyan, para petani tidak dilibatkan dalam duduk perkara ini.
“Katanya untuk mensejahterakan rakyat — ternyata nol,” kata James. “Yang sejahtera itu bukan rakyat, tapi untuk orang-orang yang berkepentingan.” Saat perusahaan terus memaksa, Darwan tak melakukan apa-apa. “Dia selalu mengabaikan apa yang janji-janji dia itu.” Sebagai dramatisasi dia lalu meniru suara Darwan, “Kesempatan mumpung saya sebagai pejabat bupati, jadi kesempatan saya meraih uang yang sebesar-besarnya. Kan gitu.”
James menjadi pelopor gerakan perlawanan terhadap Darwan Ali. Ia menceritakan bagaimana ia mempersiapkan protes besar terhadap pemerintah di tahun 2011, lalu menentang anak Darwan Ali ketika ia hendak menggantikan ayahnya sebagai bupati di tahun 2013.
Saksikan film pendek kami tentang James Watt dan Seruyan, untuk mengetahui selengkapnya: