Minggu lalu, The Gecko Project bekerja sama denganMongabay, Tempo, dan Malaysiakini, menerbitkan laporan investigasi panjang sebagai hasil penelusuran kami di balik Proyek Tanah Merah. Itu adalah sebuah proyek raksasa yang diliputi berbagai teka-teki terhadap pembangunan perkebunan sawit berskala besar di Provinsi Papua, Indonesia.
Melalui artikel ini, kami merangkum tujuh hal penting untuk diketahui terkait Proyek Tanah Merah.
Proyek Tanah Merah adalah ancaman terbesar bagi kelangsungan hutan di Indonesia
Proyek tersebut berlokasi persis di jantung burung Pulau Papua. Di sanalah kita dapat menemukan hamparan hutan terluas yang masih tersisa di kawasan Asia Pasifik. Proyek Tanah Merah mencakup area sebesar 2.800 kilometer persegi. Itu setara dengan lebih dari empat kali luasan DKI Jakarta. Saat ini, baru sekitar dua persen saja area yang telah dibabat. Jika kelak proyek itu selesai, maka jumlah emisi karbon yang dikeluarkan akan jauh lebih tinggi dibandingkan pembakaran bahan bakar fosil yang diproduksi oleh negara maju seperti Belgia setiap tahunnya.
Misteri di balik kepemilikan proyek
Para investor yang bersembunyi di belakang Proyek Tanah Merah, telah mengerahkan segala upaya dan taktik untuk menyamarkan wajah mereka. Berbagi modus yang diterapkan, antara lain penggunaan perusahaan cangkang (shell companies) dengan alamat palsu, peminjaman nama sejumlah orang sebagai pemegang saham (fake and proxy shareholders), hingga pendaftaran perusahaan di tempat-tempat di mana identitas para pemegang saham maupun pemilik sebenarnya dari perusahaan itu tidak dapat ditelusuri (secrecy jurisdiction). Sampai hari ini, jawaban terhadap siapa sesungguhnya pemegang saham atau pemilik utama dari perusahaan-perusahaan di balik Proyek Tanah Merah, masih jadi teka-teki dan diselimuti kerahasiaan.
Izin-izin Proyek Tanah Merah diterbitkan dari penjara
Ketika proyek tersebut hendak dimulai, Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwo yang sedang menjabat kala itu, ditangkap dan dipenjara di Jakarta atas korupsi anggaran daerah. Berdasarkan hasil penelusuran kami, ia telah menandatangani dokumen-dokumen penting terkait Proyek Tanah Merah dari balik jeruji besi.
Izin-izin disembunyikan secara mencurigakan
Chairul Anhar, pengusaha yang berperan penting dalam dari Proyek Tanah Merah, juga pernah merencanakan pembangunan perkebunan gula yang massif di Kepulauan Aru, Maluku. Namun, proyek itu berhasil digagalkan setelah terkuaknya berbagai kejanggalan dalam proses perolehan perizinan. Sementara itu, sangat sulit untuk membuktikan apakah hal yang sama juga terjadi terhadap Proyek Tanah Merah. Persoalannya, dokumen analisis dampak lingkungan (AMDAL) dari proyek tersebut tidak dapat diakses oleh masyarakat. Bahkan, lembaga pemerintah setempat yang memainkankan peran penting dalam proses penilaian, justru mengaku tidak tahu seperti apa isi AMDAL tersebut. Menurut sumber yang kami wawancarai, mengutarakan bahwa AMDAL Proyek Tanah Merah tampaknya sengaja dirahasiakan dari pantauan publik.
Proyek Tanah Merah melibatkan salah satu perusahaan pembalakan kayu dengan reputasi terburuk di dunia
Shin Yang sekaligus menjadi pemegang saham utama dalam pabrik pengolahan kayu (sawmill) yang sedang dibangun di Boven Digoel. Perusahaan tersebut telah berada dalam sorotan publik terkait skandal lingkungan dan dugaan pelanggaran HAM yang berulang-ulang di Sarawak, Malaysia.
Proyek Tanah Merah berlokasi di wilayah adat
Hutan yang sedang dihancurkan untuk Proyek Tanah Merah itu merupakan ruang hidup masyarakat adat Suku Auyu di Papua. Dari generasi ke generasi, Suku Auyu telah mendiami kawasan tersebut dan menggantungkan sumber penghidupan mereka dari pemanfaatan hutan secara lestari. Sementara itu, penduduk kampung yang berada di sekitar Proyek Tanah Merah, juga tengah diliputi berbagai keresahan dan intimidasi dengan kehadiran polisi dan tentara. Warga mengatakan bahwa mereka telah ditekan untuk menandatangani dokumen terkait proyek yang tidak mereka pahami. Mereka pun tak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau pandangan terkait proyek. Warga menceritakan pada kami tentang seorang pria setempat yang dipukuli hingga hampir mati oleh aparat pada pertemuan yang diselenggarakan untuk membahas keberadaan proyek. Pada akhirnya, tak ada satu pun janji-janji yang diwujudkan perusahaan untuk masyarakat terkait pengadaan listrik, akses pendidikan, dan fasilitas kesehatan.
Tonton film dokumenter kami tentang Suku Auyu yang terdampak dari kehadiran Proyek Tanah Merah di sini:
Proyek Tanah Merah merupakan suatu ujian yang mengetes komitmen internasional Indonesia terkait penghentian laju deforestasi
Perkebunan sawit berskala besar telah menjadi salah satu pendorong utama hilangnya hutan-hutan di Indonesia selama dua puluh tahun terakhir. Deforestasi adalah pula faktor penting yang berkontribusi pada efek gas rumah kaca. Menyadari situasi tersebut, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2018 yang menekankan pelarangan sementara terhadap izin baru untuk perkebunan sawit. Tetapi, moratorium sawit ternyata tidak serta merta menghentikan penghancuran hutan yang sedang terjadi. Sebab, sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, telah terbit izin-izin konsesi perkebunan sawit terhadap ratusan ribu hektar hutan. Penghancuran hutan pun berlanjut, termasuk di kawasan konsesi Proyek Tanah Merah di Boven Digoel, Papua.
Tak terbatas pada moratorium saja, Inpres tersebut juga mengamanatkan peninjauan terhadap semua izin yang sudah ada. Sehingga, masih terbuka celah untuk menyelamatkan hutan-hutan yang hendak dibabat dan ditanami sawit tersebut jika ditemukan alasan kuat untuk pencabutan izin. Kebijakan serupa telah berhasil mencabut ribuan izin tambang di Indonesia. Maka, peninjauan kembali izin-izin konsesi sawit, memainkan peran penting terkait komitmen internasional Indonesia terhadap perubahan iklim dan penghentian deforestasi. Sebab, pelepasan volume gas rumah kaca dari hutan di Indonesia pun memiliki implikasi yang melampaui batas-batas negara.
Ikuti halaman Facebook, Instagram dan Medium kami, untuk menerima berita terkait artikel, film dan foto cerita baru ketika dirilis.
Koreksi, 29 Januari 2021: Artikel ini awalnya menyatakan bahwa pemegang saham minoritas dari PT Indo Asiana Lestari, adalah Rimbunan Hijau. Pemegang saham minoritas itu bernama PT Rimbunan Hijau Plantations Indonesia. Namun, tidak ada bukti kalau konglomerat kayu Malaysia dengan nama yang sama itu, punya keterhubungan.